Tradisi Muaw / Manugal Cara Menanam Padi Suku Dayak Maanyan Kalimantan Tengah

Muaw / Manugal






Muaw atau Manugal adalah suatu tradisi Masyarakat Dayak Maanyan yang telah diwariskan turun temurun oleh nenek moyang bangsa Dayak.
Muaw atau manugal ialah tradisi menanam benih padi secara bersama-sama atau gotong royong pada lahan kering atau dataran tinggi (Bukan Gambut).

Tradisi ini dilaksanakan dimulai dari pembersihan lahan dengan cara Tamaruh (Pembersihan Ranting-ranting kecil semak belukar), kemudian Neweng (Pembersihan lahan dengan memotong habis seluruh pohon dan ranting yang besar), dan Nutung (Membakar lahan dengan sebelumnya wajib membuat sekat antara lahan yang dibakar dan tidak) serta diakhiri dengan Muaw/Manugal.

Saat tiba musim Muaw masyarakat Dayak Maanyan akan melaksanakan Pengandrau (Gotong Royong secara bergantian menanam benih padi pada lahan masing-masing dengan jadwal yang sudah ditentukan). Pengandrau tersebut dengan meminimallisir kemungkinan Taraung Andrau (Jadwal pada hari yang sama). Dan menekankan pada prinsip gotong royong yang hakiki.

Musim Muaw ini biasanya ada di antara bulan Oktober – November setiap tahunnya dengan mempertimbangkan awal musim penghujan dan akhir musim kemarau.
Masarakat adat Dayak Maanyan yang ingin melaksanakan tradisi ini tentunya harus mempersiapakan lahan yang ingin ditanami bibit padi. Dan melaksanakan Pengandrau supaya disaat ingin Muau, tidak terjadi Manungu (Menanam bibit padi secara sendirian).

Benih padi yang biasanya ditanam adalah yang cocok dengan lahan kering dan dataran pegunungan seperti jenis Padi Tamuun, Padi Gilai, dan Padi Longkong.


Adapun saat pelaksanaan Muaw, masyarakat adat yang bergotong royong akan dibagi menjadi dua kelompok tugas. Seperti kelompok laki-laki, bertugas membuat lobang pada tanah menggunakan Ehek (Kayu yang runcingkan) tempat memasukkan benih padi yang ingin ditanami. Dan kelompok kedua ialah para perempuan dan anak-anak, bertugas memasukkan benih padi pada lobang yang sudah dilobangi kelompok laki-laki sebelumnya.

Tradisi ini akan diakhiri dengan makan bersama dirumah orang yang melaksanakan Muau tersebut. Dan ciri khas makanan yang dihidangkan adalah Sayur Ume yang terdiri dari perpaduan Daging ayam atau Ikan Asin laut yang dimasak bersama kuah santan, bihun, labu kuning dan labu air serta ditaburi bawang goreng diatasnya.

Namun, tradisi ini sekarang mulai terancam dengan kebijakan dari pemerintah yang melarang pembukaan lahan dengan cara dibakar untuk mencegah  kebakaran dan kabut asap. Dan ada juga yang menuduh bahwa penyebab kebakaran lahan tersebut karena peladang atau pekebun.
Faktanya adalah Masyarakat Dayak Maanyan khususnya sudah melaksanakan tradisi ini secara turun temurun dengan rasa penuh tanggung jawab terhadap lingkungan sekitar lahan yang dijadikan ladang atau kebun. Disamping itu juga masyarakat Dayak tidak pernah membuka lahan gabut untuk pertanian dan bercocok tanam. Dan pada era sekarang ini, tradisi ini sudah mulai langka dilaksanakan. Yang artinya kalaupun petani atau peladang yang dituduh sebagai pelaku kebakaran hutan dan lahan  adalah sesusatu yang perlu dipertanyakan, apalagi kalau yang dituduhkan lahan gabut...itu sangat tidak mungkin.


Jadi, dari tradisi Muaw ini dapat saya simpulkan bahwa tradisi ini memang harus dipertahankan oleh Masyarakay Dayak Maanyan khususnya dan Pemerintah Daerah pada umumnya. Dan Pemerintah seharusnya jangan melarang membakar lahan untuk kalangan masyarakat petani atau peladang, karena mereka sudah dewasa dalam menyikapi dan mempersiapakan lahannya yang tidak begitu luas.


Related Posts by Categories



Artikel Terkait


Andri Arai Atei Takam Katuluh Ni. Andri Naun Hang Yari Isa Lawit Uneng Ni, Mara Takam Ngantuh "Selamat Panalu" Ma Posting Selanjut Ni..!!

Post a Comment

Makasih

SILAKAN TINGGALKAN JEJAK ANDA DISINI DAN JANGAN LUPA KOMENTAR, KRITIK, SARAN, INFO, DAN LIKE FUNPAGES ATAU TUKERAN LINKNYA YO BROTHER, OK! | Please Leave Your Impressions Here | пожалуйста оставьте ваши впечатления здесь