Ritual ini sudah turun temurun
dilaksanakan oleh Suku Dayak Maanyan, hingga saat ini. Walapuun sebagian besar
masyarat Dayak Maanyan sudah memeluk Agama Kristen (Ungkup) tetapi masih banyak
Suku Dayak Maanyan yang masih teguh menganut agama kepercayaan nenek moyang
mereka yaitu agama Hindu Kaharingan.
Ritual Pesta Panen adalah
ungkapan rasa syukur masyarakat Dayak Maanyan atas semua pemberian Yang Maha
Kuasa atas segala hasil panen mereka terutama Padi.
Pada awal mulanya Masyarakat
Dayak Maanyan adalah suku yang mendiami pinggiran sungai atau bermata
pencaharian sebagai nelayan tetapi karena situasi dan kondisi saat itu memaksa
mereka untuk berpindah tempat jauh kepedalaman hutan. Dalam riwayat Dayak
Maanyan kejadian ini dikenal dengan Usak Jawa. Saat dalam kondisi berpindah
tersebut semua kebudayaan nelayan mereka menjadi sedikit hilang dan berganti
dengan kebudayaan yang nomaden. Salah satu ciri kebudayaan Dayak Maanyan yang nomaden
tersebut adalah berladang atau bercocok tanam yang berpindah-pindah.
Berladang atau bercocok tanam dalam
masyarakat Dayak Maanyan identik dengan tanaman padi, karena memang komoditas
inilah yang cocok dengan keadaan iklim dan tanah Kalimantan.
Saat usai masa panen Padi
masyarat Dayak Maanyan wajib untuk
melaksanakan syukuran dalam bentuk Ritual Pesta Panen atau dalam bahasa DayakMaanyan “Miwit Alah”.
Ritual ini tentunya dilasanakan
seusai masa panen padi, sebagai ungkapan rasa syukur kepada TYME yang telah
memberikan limpahan berkat lewat panen yang berlimpah. Ritual ini dilasanakan
dengan Wadian atau tetua adat kampung dan sessaji yang dipersiapkan untuk
disucikan.
Adapun sesaji tersebut biasanya
terdiri dari nasi kuning, hitam dan putih, ayam jago panggang, pakikin atau
sejenis lemang yang isinya tidak dikeluarkan dari bambunya, kopi, kaluwit atau
tepung ketan yang dikukus didaun pisang dan diberi gula merah sebagai isinya,
dua buah patung kayu yang berbentuk laki-laki dan perempuan.
Sesaji yang telah tersedia
diletakkan dianyaman bambu dan diletakkan di atas panggung kayu yang sebelumnya
telah dibuat secara bergotong royong.
Ritual ini dilaksanakan pada
malam hari oleh balian atau tetua adat selama beberapa malam. Pada acara inilah
yang terkadang terjadi kerasukan roh halus atau leluhur kedalam diri Wadian
atau tetua adat yang melaksanakanya. Dan terkadang kepada penonton yang melihat
acara tersebut. Dan setelah acara usai, sesaji yang telah disucikan tadi di
taruh tempat sepi dipinggir jalan berladang masarakat.
Andri Arai Atei Takam Katuluh Ni. Andri Naun Hang Yari Isa Lawit Uneng Ni, Mara Takam Ngantuh "Selamat Panalu" Ma Posting Selanjut Ni..!!