GENERASI PANCASILA


Refleksi Dualisme
-----------------------------------------------------

Paham dualistik (konflikatif) mendasari penghayatan ketuhanan (prinsip terang berperang melawan prinsip gelap).
Alam raya dan realitas ini merupakan medan pertempuran; manusia selalu marasa tertarik ke salah satu sudut.
Bukan kemenangan yang baik terhadap yang jahat, tapi (solusinya) lepas dari kejasmanian yang secara hakiki terikat pada prinsip kegelapan.

Refleksi Filosofis
(Agama Asli dan ‘Timur’)

-----------------------------------------------------

Monisme ,“Kesatuan segalanya” mendasari penghayatan ketuhanan.
Zat Asali (Yang Ilahi, Adi Kodrati)
imanen dan emanen. Alam raya, dunia seisinya bersifat numinus.
Yang Ilahi impersonal (kekuatan, energi) bukan persona. Hidup, berkembang, berirama, beremanensi, berirama, berharmoni.
Sesudah kematian, eksitensi (personal) manusia tidak ada; manusia kembali melebur dalam zat dasar seperti setetes air dalam samudra.
Ritus, mantra, zimat, diperlukan sebagai sarana pengaman (manipulasi) menuju keselarasan dengan kosmis/persatuan kembali dengan zat asali.

Refleksi Filosofis
(Agama Barat/Abrahamistik)

----------------------------------------------------
Pengalaman personal manusia disapa (dipimpin, dibimbing, diselamatkan) oleh Yahwe, sebagai dasar penghayatan ketuhanan.
Yahwe (Allah) adalah transenden; mengatasi dan tidak tercampur dengan alam raya, dunia seisinya.
Allah (Yang Kudus) bersifat personal (berpengetahuan, berkehendak, meperhatikan, memimpin, mengasihi).
Allah (Tuhan) Maha Besar; tidak berkekurangan suatu apa.
Alam semesta tidak numinus, tapi duniawi biasa. 
Relasi manusia dengan Allah bersifat dialogis (personal); Yang Kudus dihayati sebagai fascinans sekaligus tremendum. 
Untuk sampai pada keselamatan abadi, sikap yang diharapkan dari manusia adalah iman (penyerahan diri dalam cinta dan penuh hormat).
Allah tidak dapat dimanipulasi dengan ritus-ritus, tapi dengan doa, minta sesuatu dan Tuhan akan mendengarnya.

Untuk memahami betapa sebuah perbedaan itu adalah hal yang wajar dan perlu dihargai, maka tidak salah bila kita kembali lagi ke makna hidup berbangsa dan bernegara seutuhnya. Dan makna dasar perbedaan itu sudah tertuang dalam dasar negara kita. Semua yang hidup dinegara ini wajib untuk saling menghargai satu sama lain dan dijamin oleh negara.

Walaupun kita tau Indonesia beberapa kali diguncang teror baik atas nama kelompok, suku dan agama tetapi yang tahu peduli dengan perbedaan tentu tidak akan terpancing dengan hal ini. Itrofeksi diri adalah obat yang paling mejuraf untuk menjawab permasalahan ini. Lebih baik kita memperbaiki diri kita sendiri dulu, daripada harus mencari kesalahan kelompok lain dan menojolkanya sehingga menjadi konflik.

Sudahlah kawan tidak usah lagi kita bertikai, sekarang sudah zaman modern, kia tidak perlu berperang dengan suatu kelompok, suku dan agama. Lebih baik kita bergerak dan berperang melawan kemiskinan, korupsi dan ketidak adilan pemerataan pembangunan yang  terjadi di negara kita tercinta ini.     

“PANCASILA ITU ADALAH HARGA MATI”

Merobah Pancasila sebagai dasar negara kita, bearti itu sama saja dengan membuat negara baru...apa pun itu dasarnya. Dengan arti lain bukan Indonesia lagi....

Related Posts by Categories



Artikel Terkait


Andri Arai Atei Takam Katuluh Ni. Andri Naun Hang Yari Isa Lawit Uneng Ni, Mara Takam Ngantuh "Selamat Panalu" Ma Posting Selanjut Ni..!!

Post a Comment

Makasih

SILAKAN TINGGALKAN JEJAK ANDA DISINI DAN JANGAN LUPA KOMENTAR, KRITIK, SARAN, INFO, DAN LIKE FUNPAGES ATAU TUKERAN LINKNYA YO BROTHER, OK! | Please Leave Your Impressions Here | пожалуйста оставьте ваши впечатления здесь